To commemorate (?) my first semester as a college student (hell yeah I nailed it \m/), I'd like to recall my first week heuheu.
Of course as newbies we were laid back, thinking that the first week must be just a 'warming up' and the main course would begin the week after. But heck, no, by the end of the class, WE WERE TOLD TO REVIEW WHAT THE LECTURER HAD SAID AND TO WRITE OUR EXPECTATIONS OF LIVING AS A COLLEGE STUDENT -WHEN ALL WE DID WAS CHIRPING WITH EACH OTHER ALONG THE CLASS.
Doom.
I was blank and we all were confused to the bottom hahah. So I typed my first post on the academic blog (well we all had to) and here's what I wrote:
Hari pertama saya sebagai mahasiswa diisi dengan mata kuliah Pengantar Hubungan Internasional. Dan pada tatap muka pertama, selain membahas kontrak kuliah, inilah bahasan kami: menjadi mahasiswa.
Mahasiswa. Apa yang membedakannya dengan siswa?
Banyak pandangan bahwa yang membedakan mahasiswa dan siswa secara sederhana adalah lingkungan yang berbeda dan bagaimana cara mereka berperilaku. Para siswa wajib mematuhi berbagai peraturan yang berlaku di sekolah, sedangkan para mahasiswa terkesan lebih leluasa karena peraturan dalam lingkup perkuliahan tidak sebanyak dan semengikat semasa menjadi siswa. Para mahasiswa sudah cukup dewasa untuk mengatur diri dan perilaku, berbeda dengan saat masih menjadi siswa SMA. Padahal, dengan mulainya kita memiliki keleluasaan yang lebih, datanglah lebih banyak lagi tanggung jawab yang harus kita perhatikan. Tak hanya bertanggung jawab atas diri sendiri, namun tanpa mengabaikan orang-orang di sekitar kita. Menghargai para dosen dan sesama mahasiswa dengan tidak menggunakan telepon genggam saat kuliah, membudayakan kejujuran saat mengisi presensi hadir, dan mendisiplinkan diri dengan menuntaskan berbagai tugas tepat waktu contohnya. Di sinilah kedewasaan mahasiswa dilatih.
Kemudian, apa yang membedakan kami dengan mahasiswa lainnya?
Saya merupakan mahasiswa baru program studi Ilmu Hubungan Internasional, dan program studi ini sendiri berbeda dengan program studi lain. Ilmu Hubungan Internasional dikenal sebagai prodi yang menghargai proses, dan contoh yang paling tampak adalah pembuatan jurnal sebagai bagian pembelajaran. Selain itu, prodi ini 'tidak terarah pasti'. Masyarakat memiliki stereotip bahwa lulusan Ilmu Hubungan Internasional pasti akan memilih berkarier di Kementerian Luar Negeri sebagai diploma, duta, konsulat, dan sebagainya. Padahal, pilihan kami tidak sebatas itu-itu saja. Berbekal berbagai kemampuan soft skills seperti berbicara di depan publik, bernegosiasi, serta berbagai disiplin ilmu yang telah dipelajari, kami bisa memilih untuk menjadi apa nanti. Jurnalis, aktivis, akademisi, hingga praktisi. Kami bisa menjadi global strategist, dan kemampuan akademik bukanlah penunjang tunggal yang mutlak. Kelihaian menulis, berpikir kritis dan logis, berwawasan luas, serta berani mengambil tantangan merupakan beberapa kriteria yang diperlukan. Namun yang utama, kami para mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional tidak disiapkan untuk menjadi pengekor layaknya anak-anak bebek mengikuti induknya. Belajar, bekerja keras, dan terus berusaha mengasah kemampuan bukanlah tuntutan; namun kemewahan yang harusnya kami nikmati sebagai mahasiswa sebelum terjun langsung dalam hingar bingar keadaan dunia yang sebenarnya.
Sebagai mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, saya sendiri ingin bisa menerapkan prinsip think globally, act locally selagi saya memiliki berbagai kemewahan ini. Sebelum semua berubah menjadi kewajiban semu, saya harus benar-benar keluar dari kotak yang membatasi saya, bukan sekedar thinking out of the box.
I went back to this and thinking, "Well, if I'd really succeed my major, these all stuffs I wrote better be accomplished."
Aw. Pray for me, guys. Amen.